Pada senja 14 Juli 1942, lelaki tirus dengan secarik kain penutup tubuh menyusuri tanah yang kerontang berdebu. Mereka yang tak mengenalnya akan menyangka lelaki ini sebagai gembel peminta-minta. Namun, “gembel“ bernama Mahatma Gandhi ini tidak sedang meminta-minta; ia baru saja membuat keputusan yang mengguncang dunia. Bersama dengan Kongres Nasional India, ia meluncurkan dekrit yang mendesak pemerintah Inggris untuk segera keluar dari tanah India. India akan memerintah negaranya sendiri, dan Gandhi merencanakan suatu sistem bagi bangsa ini untuk menentang kolonialisme: pemerintahan sekular.
Sekularisme dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan yang memisahkan agama dari politik dan kenegaraan. Ini adalah hal yang menakutkan bagi beberapa orang. Bila tidak ada lagi agama yang dipegang oleh para penguasa, apa yang akan mengarahkan nurani mereka?
Agama ada untuk membuat manusia lebih manusiawi; sebuah pegangan mengenai moralitas manusia. Namun, agama di tangan para pejabat telah terbukti disalahgunakan untuk membohongi rakyat.
Begitu pula di Indonesia. Kekerasan atas nama agama masih berlanjut. Pertempuran antar agama dibiarkan, terkadang dengan membela agama mayoritas untuk memperoleh kepopuleran. Pemerintah telah menggunakannya untuk ajang adu domba. Justru karena keyakinan bahwa apa saja yang menyangkut agama itu benar dan selalu baik, kebanyakan masyarakat menjadi percaya buta begitu saja, tanpa mau berpikir kritis terhadap agamanya sendiri. Dengan kata lain, agama bisa menjadi vitamin atau racun tergantung dari siapa yang menyandangnya.
Sering kali muncul kecurigaan bahwa sekularisme hanyalah pengaruh Barat. Namun, berdasarkan contoh di atas, Mahatma Gandhi—seorang Hindu yang taat beribadah—tampak telah mengenali muslihat agama dalam politik. Justru dengan sekularisme ia melawan dominasi negara Inggris (yang dikenal sebagai negara “Barat” oleh kebanyakan orang). Ia tahu betapa mudahnya agama bisa dijadikan bulu-bulu domba bagi para serigala politik. Ucapnya: “Simpanlah agama untuk kehidupan pribadimu. Kita sudah cukup menderita dengan campur tangan agama atau Gereja di bawah pemerintahan Inggris. Sebuah masyarakat yang kehidupan agamanya tergantung pada negara sungguhlah tidak layak mempunyai agama.”
Dikutip dari “Negara Sekuler: Pengaruh Barat?” oleh Soe Tjen Marching dengan sedikit pengubahan.
A peace that comes from FEAR, and not from the HEART, is the opposite of peace.
~ Gersonides
September 2015
DJ Silvershare
All Rights Reserved
Image credit: Shutterstock